Permainan
Tradisonal Bentik
Berbicara
tentang bermain, memang tidak jauh dari anak-anak. Dunia masa kecil memang
selalu dihiasi dengan aktivitas bermain di samping aktivitas belajar. Di masa
kecilnya, manusia memang menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain daripada
untuk belajar, dikarenakan pada masa kecil otak manusia mengalami perkembangan.
Dahulu,
banyak sekali permainan yang menarik dan populer. Salah satunya adalah
permainan bentik. Bentik adalah salah satu permainan tradisional yang berasal
dari Jawa Barat. Anak-anak di kampung saya sering menyebut permainan ini dengan
nama patil lele.
Bentik
pada masanya pernanh menjadi permainan yang populer di Indonesia. Bentik dimainkan
oleh sekelompok anak-anak. Tiap kelompok terdiri dari 2-4 orang. Permainan ini
menggunakan alat dari dua potongan bambu, yang satu berukuran panjang 30cm dan
yang satu lagi berukuran panjang 10-15cm.
Di
masa kecil saya, saya sering sekali memainkan permainan bentik ini bersama
teman-teman saya. Kami bermain bentik di lapangan yang luas dan berdebu. Kami biasanya
tidak menggunakan alas kaki saat bermain. Sebelum permianan di mulai kami akan
menggali tanah terlebih dahulu untuk tempat potongan bambu pendek yang hendak
dipukul. Pangjang galian sekitar 12cm dengan kedalaman sekitar 3-5cm.
Untuk
menentukan tim pemukul dan tim penangkap adalah dengan suit, yang menang suit
akan jadi tim pemukul dan yang kalah akan jadi tim penangkap.
Babak
pertama dalam bermain bentik adalah meletakkan bentik pendek di atas lubang
dengan cara menyilang, letakkan bentik panjang di lubang tepat di bawah bentik pendek,
lalu bersiap melempar bentik pendek tersebut. Jika bentik pendek yang di lepar
berhasil di tangkap oleh lawan maka giliran bermain akan diganti. Jika tidak
berhasil ditangkap, maka ada satu kesempatan lagi dengan melemparkan bentik pendek
ke bentik panjang yang di letakkan menyilang di atas lubang. Bila lemparan
kena, maka tim penangkap akan berganti menjadi tim pemukul. Bila lemparan tidak
mengenai bentik panjang, maka akan masuk ke babak kedua. Bentik pangjang dan
pendek di pegang dengan tangan, lempat bentik pendek keatas lalu pukul beberapa
kali keatas sebelum dipukul kuat kedepan dengan menggunakan bentik panjang. Dari
jarak mendaratnya bentik kecil, salah saru tim penangkap harus melemparkan bentik
kecil kearah pemukul. Setelah bentik pendek berhasil dipukul, maka tim pemukul
akan mengkitung jarak mendaratnya bentik pendek ke lubang bentik untuk
mendapatkan poin.
Babak
terakhir adalah yang sering kami sebut dengan patil lele. Letakkan lurus bentik
pendek dilubang dengan ujung bentik pendek berada di luar lubang. Pukul bagian
ujung hingga terlempar keatas lalu segera pukul lebih keras kedepan. Tim penangkap
tetap bertugas menangkap bentik pendek. Bila tidak tertangkap, tim pemukul akan
meneruskan permainan. Dalam memukul bentik di lakukan secara estafet (jika
pemain pertama gagal memlempar atau bentik yang dilempar berhasil di tangkap
oleh tim penangkap, maka akan diganti oleh pemain kedua, dst). Jarak yang
diukur dengan bentik biasanya yang menentuka kemenangan tim. Tim yang menang
biasanya akan dihadiahi oleh tim yang kalah dengan cara di gendong dengan
disesuaikan jauhnya jarak bentik pendek yang dipukul.
Pengalaman
yang saya alami bersama teman-teman saya mungkin akan di pandang remeh oleh
sebagian orang. Hanya sebuah permainan yang sederhana, yang sudah sering
terjadi. Namun, pengalaman bermain seperti itulah yang akan memengaruhi
kehidupan saya di masa kini.
Dahulu vs Kekinian
Permainan
tradisional anak merupakan salah satu bentuk foklore berupa permainan yang beredar secara lisan di antara
anggota tradisi budaya tertentu, berbentuk tradisional, terdapat aturan main
yang mengandung nilai-nilai luhur, dilakukan melalui interaksi dan diwariskan
secara turun temurun melalui generasi ke generasi.
Dalam
permainan tradisional yang segala sesuatunya bersifat alamiah, dimana tidak ada
setting yang dipersiapkan, anak menjadi lebih banyak mendapat kesempatan mengeksplorasi
berbagai media yang tersedia alami sebagai dasar berpikir kreatif. Keanekaragaman
jenis permainan tradisional yang menggunakan bahan alami (bambu, kertas, kayu, tanah,
batang tanaman, daun-daunan, jerami, batu, dll), mampu memberikan rangsangan sensorimotor
yang kaya, baik dari tekstur, ukuran berat dan bentuknya yang beragam. Lain
halnya dengan alat-alat permainan sekarang yang ditawarkan industri pabrik
mainan, yang tidak mendorong anak menjadi seorang kreator tetapi lebih menggiring
anak menjadi operator, yang memanfaatkan kehadiran teknologi canggih seperti
komputer, internet atau play stations, yang membuat banyak anak minim melakukan
kontak dengan dunia luar. Sedangkan dalam permainan tradisional, anak lebih banyak
dirangsang bermain dengan cara berinteraksi dengan orang lain di dalam
kelompok. Di dalam interaksi kelompok terjadi proses sosialisasi yang
mengajarkan pendidikan nilai-nilai luhur nenek moyang melalui aturan main, yang
merupakan jembatan untuk berinteraksi dengan dunia yang lebih luas di kemudian
hari. Dengan demikian, tidak dapat ditolak lagi bahwa permainan tradisional ini
perlu dikembalikan fungsinya, sebagai salah satu sumbangan bagi pembentukan
karakter dan identitas manusia Indonesia yang unggul dan tanggap terhadap
perubahan tuntutan zaman tanpa tercabut dari identitas akar budayanya.
Kita
adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan, banyak hal yang lahir dari tradisi
kultural kita. Tradisi yang telah lahir seharusnya kita jaga dengan baik agar
kita dapat menunjukkan bagaimana bentuk dari tradisi yang kita lihat. Sebagaimana
bentuk tradisi permainan unik dulu yang sering saya dan teman-teman saya
lakukan. Memahami betapa pentingnya kebaikan dan nilai luhur yang tinggi.
Daftar Pustaka :
. Hisback, H. 2006. Peran Permainan Tradisional yang Bermuatan Edukatif dalam Menyumbang Pembentukan Karakter dan Identitas Bangsa. Jakarta : UI.
. Alwi, Hasan.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Pusat Bahasa.
. Katalog Dalam Terbitan (KDT). 2015. Permainan Tradisional. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
. Husna M, A. 2009. 100+ Permainan Tradisional Indonesia. Yogyakarta : CV. Andi Offset